Georg Wilhelm Friendrich Hegel (1770-1831) adalah seorang filusuf dari jerman. Ia menggunakan metode dialektika ide sebagai metode filsafatnya. Menurut Hegel dialektika adalah dua hal yang sebenarnya dipertentangkan kemudia didamaikan menjadi satu. Ada istilah tesis atau pengiyaan, anti-tesis yang menjadi lawan dari tesis yang berarti pengingkaran, dan kemudian melebur menjadi sintesis atau kesatuan kontradiksi. Proses ini selalu berulang secara terus menerus, karena sebenarnya sintesis yang berasal dari tesis dan anti tesis sebelunya ini merupakan suatu tesis yang baru lagi, dimana nanti akan ada anti-tesis lainya yang menjadi lawan dari tesis tersebut. Lalu dari kedua tesis dan anti-tesis tersebut, akan menimbulkan sistesis baru lagi. Sistesis tersebut juga merupakan tesis baru lagi, dan begitulah seterusnya. Proses tersebut akan terus menerus terjadi.
Metode dialektika ide memang suatu proses yang terus terjadi dari hubungan antara tesis, anti-tesis dan sintesis. Tesis dan anti-tesis merupakan faktor dari sintesis, sehingga sintesis terjadi akibat dari adanya tesis dan anti-tesis. Tetapi penyebab utama dari sintesis adalah anti-tesis yang menjadi lawan dari tesis, karena anti-tesis tersebut merupakan sesuatu pemberontakan yang menuntut adanya perubahan yaitu sintesis tersebut. Jika keberadaan anti-tesis belum menampakan diri sebagai lawan dari tesis, maka tidak akan terjadi pertikaian antara tesis dan anti-tesis, sehingga keberadaan tesis pun tidak akan merasa terancam oleh anti-tesis, sehingga tidak akan tercipta sintesis yang baru, dan akan tetap menjadi tesis yang lama sampai waktunya muncul anti-tesis. Kemudian apabila anti-tesis sudah muncul sebagai lawan dari tesis, tetapi anti-tesis tersebut belum mempunyai kekuatan yang cukup, akibat dampak dari tesis terhadap anti-tesis, untuk melakukan suatu perubahan, maka sintesis yang baru pun belum terjadi. Dengan kata lain, faktor yang menyebabkan cepat atau lambatnya sintesis muncul adalah anti-tesis, karena apabila anti-tesis tersebut belum menginginkan secara matang adanya perubahan, maka keberadaan sintesis pun belum muncul.
Dalam filsafatnya tentang absolut dan roh mutlak, Hegel juga menyatakan bahwa yang absolut adalah totalitas, yaitu seluruh kenyataan. Seluruh kenyataan ini dipahami hegel sebagai suatu “proses menjadi”. Namun Hegel tidak hanya menggambarkan pada suatu proses saja melainkan apa yang menjadi tujuan dalam proses itu sendiri. Kemudian Hegel memahami yang absolut adalah sebagai subjek di mana objeknya adalah dirinya sendiri. Sehingga hegel membuat pernyataan bahwa yang absolut adalah subjek yang memikirkan dirinya sendiri atau pikiran yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, Hegel mengartikan yang absolut adalah roh mutlak. Karena roh mutlaklah yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain pikiran tentang memikirkan dirinya sendiri itu berasal dari roh mutlak, sehingga yang absolut adalah roh mutlak.
Jika dikatakan bahwa yang absolut adalah roh, maka roh dapat diartikan juga sebagai realitas. Bagi hegel sendiri realitas adalah roh yang menyadari dirinya sendiri. Dalam hal ini Hegel terlihat telah mengabstraksikan segala sesuatu menjadi abstrak dan meninggalkan hal yang konkret. Hegel seperti membalik cara berpikir pada umumnya. Karena pada umumnya beranggapan bahwa roh, yang diartikan hegel sebagai sesuatu yang real, dianggap sebagai hal yang tidak real.
Metode dialektika ide memang suatu proses yang terus terjadi dari hubungan antara tesis, anti-tesis dan sintesis. Tesis dan anti-tesis merupakan faktor dari sintesis, sehingga sintesis terjadi akibat dari adanya tesis dan anti-tesis. Tetapi penyebab utama dari sintesis adalah anti-tesis yang menjadi lawan dari tesis, karena anti-tesis tersebut merupakan sesuatu pemberontakan yang menuntut adanya perubahan yaitu sintesis tersebut. Jika keberadaan anti-tesis belum menampakan diri sebagai lawan dari tesis, maka tidak akan terjadi pertikaian antara tesis dan anti-tesis, sehingga keberadaan tesis pun tidak akan merasa terancam oleh anti-tesis, sehingga tidak akan tercipta sintesis yang baru, dan akan tetap menjadi tesis yang lama sampai waktunya muncul anti-tesis. Kemudian apabila anti-tesis sudah muncul sebagai lawan dari tesis, tetapi anti-tesis tersebut belum mempunyai kekuatan yang cukup, akibat dampak dari tesis terhadap anti-tesis, untuk melakukan suatu perubahan, maka sintesis yang baru pun belum terjadi. Dengan kata lain, faktor yang menyebabkan cepat atau lambatnya sintesis muncul adalah anti-tesis, karena apabila anti-tesis tersebut belum menginginkan secara matang adanya perubahan, maka keberadaan sintesis pun belum muncul.
Dalam filsafatnya tentang absolut dan roh mutlak, Hegel juga menyatakan bahwa yang absolut adalah totalitas, yaitu seluruh kenyataan. Seluruh kenyataan ini dipahami hegel sebagai suatu “proses menjadi”. Namun Hegel tidak hanya menggambarkan pada suatu proses saja melainkan apa yang menjadi tujuan dalam proses itu sendiri. Kemudian Hegel memahami yang absolut adalah sebagai subjek di mana objeknya adalah dirinya sendiri. Sehingga hegel membuat pernyataan bahwa yang absolut adalah subjek yang memikirkan dirinya sendiri atau pikiran yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, Hegel mengartikan yang absolut adalah roh mutlak. Karena roh mutlaklah yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain pikiran tentang memikirkan dirinya sendiri itu berasal dari roh mutlak, sehingga yang absolut adalah roh mutlak.
Jika dikatakan bahwa yang absolut adalah roh, maka roh dapat diartikan juga sebagai realitas. Bagi hegel sendiri realitas adalah roh yang menyadari dirinya sendiri. Dalam hal ini Hegel terlihat telah mengabstraksikan segala sesuatu menjadi abstrak dan meninggalkan hal yang konkret. Hegel seperti membalik cara berpikir pada umumnya. Karena pada umumnya beranggapan bahwa roh, yang diartikan hegel sebagai sesuatu yang real, dianggap sebagai hal yang tidak real.