Aku duduk bersandar di atas kasur sambil menonton televisi. Dengan mata mengantuk aku menonton acara komedi. Aku yakin bahwa acara itu sebentar lagi habis jam tayangnya. Tapi, tiba-tiba semua menjadi suasana yang aneh. Ruang kamarku tiba-tiba berubah menjadi gelap. Badanku ingin sekali kugerakan. Tapi anehnya tidak bisa bergerak. Aku lihat di sekelilingku ada dua orang lainnya selain aku. Mereka tidak seperti manusia normal. Dalam hati aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Aku seperti patung yang ada dalam kegelapan.
Tepat di hadapanku berdiri seorang pria. Pria ini mengenakan baju panjang belang-belang warna merah dan hijau. Dia juga menenakan celana jeans panjang warna biru tua. Rambutnya berantakan sekali. Mukanya menyeramkan. Sorot matanya yang tajam seolah mengatakan "aku akan membunuhmu." Kulihat tangannya mengenggam cakar yang panjang. Sepertinya cakar itu memang digunakan untuk membunuh. Untung saja pria itu tidak berdiri menghadapku. Dia berdiri menghadap ke kanan. Tapi apa yang dia lakukan? Dengan senyum lebarnya itu dia selalu tertawa. Aku yakin sekali orang ini pasti pembunuh. Dia keliatan seperti pembunuh bayaran yang gila. Selalu siap dengan cakarnya untuk membunuh. Aku berharap dia tidak datang ke arahku. Matanya yang tajam itu sepertinya digunakan untuk mencari mangsa.
Begitu aku lihat ke arah kanan, berdiri satu pria lagi yang menyeramkan. Dia menggunakan topeng berwarna putih. Topeng itu mempunyai dua lubang yang digunakan orang itu untuk melihat. Aku tidak bisa melihat matanya. Hanya terlihat gelap di balik lubang di topengnya. Rambutnya basah sekali. Tidak, seluruh tubuhnya basah sekali. Pakaian hitam polos dan celanya jeans yang dia kenakan juga basah. Mungkin dia baru saja keluar dari kolam air. Tangannya menggenggam sebilah pendang. Pedangnya besar sekali. Pasti pedang itu berat. Orang itu hanya berdiri saja. Tidak ada yang dia lakukan. Badannya yang tegap itu tepat menghadap orang yang membawa cakar. Dia juga pasti pembunuh. Tapi, kenapa harus ada topeng di mukanya? Semuanya semakin membingungkan aku.
Ruangan ini gelap sekali. Tidak ada penerangan di manapun. Badanku memang tidak bisa digerakan. Tetapi, aku masih bisa melihat keadaan di sekelilingku. Lantai yang aku injak ini ternyata aspal. Dan aku ternyata sudah menggunakan sepatu. Tapi sejak kapan? Di kiri dan di kananku ada dinding pembatas. Kelihatannya samar-samar sekali. Setelah kuperhatikan, ternyata itu tembok. Di hadapanku tidak ada apa-apa kecuali dua orang itu. Di belakang juga gelap, tidak kelihatan apa-apa. Aku lihat ke arah atas. Ternyata tidak ada atap. Yang kulihat langsung langit bumi yang luas. Bulan dan bintang pun tidak ada. Aku yakin ini bukan di dalam ruangan. Sejenak aku diam, lalu pikiranku mengatakan bahwa aku berada di jalan kecil di antara dua gedung yang tinggi.
Aku merinding berada di dalam situasi ini. Bagiku, kedua orang itu terlalu menyeramkan. Tempat ini pun terlalu asing buatku. Dalam kegelapan dan suasana yang hening. Aku tiba-tiba mendengar suara. Aku tahu ini suara telepon. Tidak tahu dari mana asal suara itu. Tetapi, bersamaan dengan suara itu, kegelapan ini berubah menjadi terang. Kedua orang di hadapanku menghilang. Aspal dan dinding hitam di sekitarku juga menghilang. Ketika mataku berkedip, mataku berat sekali untuk dibuka. Sekuat tenaga aku buka mataku. Begitu kubuka mata, semuanya langsung berubah menjadi kamarku. Aku masih ada di atas kasur. Masih dalam keadaan duduk bersandar menghadap televisi. Ternyata televisi itu tidak mati. Sejenak kuperhatikan acara di televisi itu. Di sebelah kanan atas televisi itu muncul tulisan “Horror Movie : Freddy and Jhonson.”