Budaya Populer dalam pandangan Yoshio Sugimoto

   Budaya populer itu bermacam-macam. Budaya popular merupakan cara orang merepresentasikan cara hidup orang-orang pada umumnya yang menikmati dan membagi-baginya terhadap lingkungan sosialnya (Sugimoto, 2003: 244). Budaya populer bisa beraneka ragam, mulai dari budaya daerah, hingga budaya kota, dari mulai budaya tradisional sampai budaya kontemporer. Yang terpenting agar budaya tersebut dikategorikan sebagai budaya populer adalah budaya tersebut diakui oleh orang-orang tertentu, budaya tersebut menjadi jalan hidup orang-orang tertentu, budaya tersebut dinikmati oleh orang orang tertentu, dan budaya tersebut disebarluaskan. Jadi budaya populer Jepang merupakan budaya yang berasal dari Jepang yang diakui, dinikmati, disebarluaskan, dan menjadi jalan hidup kebanyakan masyarakat Jepang pada umumnya. Budaya Jepang yang menjadi budaya populer Jepang ada banyak macamnya. Diantaranya adalah matsuri, manga, anime, karaoke, pachinko, agama baru Jepang, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, Sugimoto membagi budaya populer ke dalam tiga kategori:

1 Budaya Massa
   Kemajuan budaya massa pada era kontemporer ini sangat didukung keras dengan adanya media massa, sehingga tidak salah jika potensi budaya massa menjadi bergantung pada media massa. Hal ini disebabkan karena budaya massa merupakan konsumsi publik, sehingga apabila budaya tersebut sudah tidak dikonnsumsi publik lagi, maka budaya tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai budaya massa. Karena sifat publik sebagai konsumen berkorelasi dengan media massa, maka budaya massa pun memiliki korelasi semu dengan prilaku konsumen publik. Faktor inilah yang menyebabkan budaya massa secara tidak langsung juga sangat bergantung pada konsumen, sehingga budaya massa tidak bisa bertahan tanpa adanya konsumerisme publik. Sugimoto menjelaskan bahwa hingga saat ini ada tujuh kategori yang termasuk ke dalam budaya massa yakni; budaya hiburan radio dan televise, media cetak popular, budaya tren dan fashion, budaya hiburan melalui teater, restoran, fasilitas rekreasi, dan industri prostitusi, budaya  teknologi, dan budaya elit tradisional yang dikomersialisasikan.
   Kesetiap bidang tersebut sebenarnya tumpang tindih satu sama lainnya dalam proses menjadi budaya populer Jepang. Yang satu bidang saling memperebutkan konsumen dengan bidang lainnya. Begitu juga dengan bidang lain yang juga saling memperebutkan konsumen. dalam prosesnya inilah yang dinamakan proses menjadi budaya massa. Kesetiap bidang tersebut saling memperebutkan perhatian konsumen dengan media massa yang ada seperti televisi, periklanan, percetakan, teknologi, komputer, internet, dan lain sebagainya. Di Jepang sendiri terdapat empat fenomena utama yang menjadi daya tarik konsumen dan sangat pupuler dalam proses publikasinya baik dalam media elektronik ataupun media cetak. Keempat fenomena tersebut adalah manga¸ pachinko, karaoke, dan industri prostitusi.

2 Budaya Rakyat
   Budaya rakyat merupakan jenis budaya populer yang lebih bersifat konvensional dalam kehidupan sehari-hari dari konsumennya. Diantaranya seperti festival lokal, musim liburan, dan seni tradisional. Budaya rakyat merupakan budaya yang sudah mengkar bisaanya berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun lamanya. Budaya populer jenis ini sebenarnya tidak memerlukan media massa sebagai alat pemasarannya. Budaya ini juga bahkan tidak mementingkan sikap prilaku konsumen seperti yang terjadi pada budaya massa. Budaya rakyat sebenarnya tedak membutuhkan konsumsi publik secara banyak. Budaya rakyat ada karena budaya ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lokal yang menkonsumsi budaya rakyat tersebut, sehingga budaya rakyat akan terus bertahan sebagai budaya populer tergantung pada kearifanlokalnya. Budaya rakyat suatu wilayah di Jepang bisa saja berbeda dengan budaya rakyat di wilayah Jepang lainnya. Budaya rakyat ini hidup dan berkembang di wilayah tersebut tergantung pada ingatan dan sejarah penduduk lokalnya.

3 Budaya Alternatif
   Budaya alternatif merupakan jenis budaya populer yang melawan status quo. Budaya ini merupakan bentuk tidak lansung dari ide yang mengkritik budaya sebelumnya karena dianggap tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga budaya ini dianggap sebagai counter culture. Budaya alternatif biasanya berasal dari wilayah pinggiran yang memiliki latar belakang berbeda dengan pusat lahirnya kebudayaan yang mendominasi. Karena perbedaan latar belang tersebut maka terjadi masalah kitika budaya yang dominan itu tidak bisa diaplikasikan di wilayah pinggiran tersebut. Ketidakpuasaan ini melahirkan gagasan untuk menentang budaya yang dominan. Munculnya budaya alternatif bukan hanya disebabkan karena latar belakang sosial akibat perbedaan wilayah. Perbedaan latar belakang juga bisa terjadi akibat berbedaan waktu yang cukup signifikan. Yang jelas, bagaimananpun perbedaan latar belakang sosialnya, budaya alternatif lahir disebabkan ketidakcocokan dan ketidakrekevanan budaya dominan sehingga budaya dominan tersebut tidak mungkin diaplikasikan.

Bibliografi
Sugimoto, Yoshio. 2003. An Introduce to Japanese Society. New York: Cambrige University Press